LEGENDA PSM DAN LEGENDA SEPAKBOLA INDONESIA
Ramang! Bersama timnya membela Indonesia di forum dunia dengan menahan raksasa beruang Rusia yang merupakan favorit juara di Olympiade Melbourne Australia 1965 silam. Siapakah Ramang? Seorang tukang becak yang lalu menjadi ikon persepakbolaan Indonesia karena semangat dan kegigihannya yang tetap ada dan hidup di tubuh PSM dan membuat kesebelasan ini dijuluki Pasukan Ramang.
Bakat Ramang bermain sepak bola menurun dari ayahnya, Nyo’lo, Ajudan raja Gowa Djondjong Karaenta Lemamparang yang dikenal sebagai jagoan sepak raga. Pada tahun 1947, melalui sebuah klub bernama Persis (Persatuan Sepakbola Induk Sulawesi) ia ikut kompetisi PSM. Pada sebuah pertandingan, ia mencetak sebagian besar gol dan membuat klubnya menang 9-0. Sejak itulah ia ditarik bergabung dengan PSM yang waktu itu bernama Makassar Voetbal Bond (MVB).
Selama setahun menjadi pemain PSM, Ramang sudah keliling Indonesia bermain bola. Pada tahun 1952, Ramang menjadi pemain utama PSSI karena kelihaiannya sebagai penyerang tengah dalam bertanding. Setahun menjadi anggota PSSI, Ramang sudah mengelilingi beberapa negeri asing. Pada lawatannya tahun 1954 ke beberapa negeri Asia seperti Filipina, Hongkong, Muangthai, Malaysia makin menaikkan popularitas PSSI karena dari 25 gol, 19 di antaranya dicetak oleh Ramang.
Persepakbolaan Indonesia makin diperhitungkan di kancah Internasional. Tak hanya kesebelasan Asia yang pernah mengecap kekuatan PSSI namun satu demi satu kesebelasan Eropa mencoba kekuatan PSSI. Mulai dari Yugoslavia yang gawangnya dijaga Beara (salah satu kiper terbaik dunia waktu itu), klub Stade de Reims dengan si kaki emas Raymond Kopa, kesebelasan Rusia dengan kiper top dunia Lev Jashin, klub Locomotive dengan penembak maut Bubukin, sampai Grasshopers dengan Roger Vollentein.
Salah satu ciri khas yang merupakan karunia alam bagi Ramang adalah tembakan saltonya yang fenomenal. Kemenangan PSII dari kesebelasan RRC dengan skor 2-0 di Jakarta, lahir dari tendangan Ramang, satu di antaranya tembakan salto. Tak peduli arah sasarannya darimana ataupun dalam keadaan yang sesulit apapun, Ramang yang dikenal sebagai penyerang haus gol tetap menendang dari segala posisi sambil berlari kencang demi mencetak gol.
Prestasi yang diraih oleh Ramang tak lantas membuatnya besar kepala, “itu bukan prestasi saya saja, melainkan kerjasama dengan kawan-kawan,” ujar Ramang merendah, sembari menyebut nama temannya satu per satu: Maulwi Saelan, Rasjid, Chaeruddin, Ramlan, Sidhi, Tan Liong Houw, Witarsa, Him Tjiang, Danu, Tee San Liong dan Djamiat
Namun tahun 1960 karir Ramang dalam dunia persepakbolaan perlahan surut, ia dijatuhi skorsing karena dituduh makan suap. Dua tahun kemudian, ia dipanggil kembali namun tak dapat menyelamatkan pamornya yang telah terlanjur turun. Pada tahun 1968, dalam usia 40 tahun, Ramang bermain untuk terakhir kalinya membela kesebelasan PSM di Medan, yang berakhir dengan kekalahan.
Pertandingan Ramang yang berakhir dengan kekalahan tersebut tidak ikut mengakhiri karier Ramang di cabang olahraga ini. Tak lama setelah kejadian itu, ia mendapatkan panggilan Bupati Blitar untuk menjadi pelatih di sana.
Tak hanya menjadi pelatih di Blitar, karier kepelatihan Ramang juga tercatat di PSM dan Persipal Palu. Suatu penghargaan yang takkan pernah dilupakan oleh Ramang saat menjadi pelatih di Persipal Palu yaitu saat ia dihadiahi satu hektar kebun cengkeh oleh masyarakat Donggala, Palu, karena prestasinya membawa Persipal menjadi satu tim yang disegani di Indonesia. Ramang yang pernah menjadi seorang tukang becak dan kenek truk merasa tidak mudah menjadi pelatih sepak bola. Ia kemudian harus disingkirkan pelan-pelan hanya karena ia tidak memiliki sertifikat kepelatihan. Dalam melatih, Ramang hanya mengajarkan pengalamannya ditambah dengan teori yang pernah ia dapatkan dari mantan pelatih PSSI, Tony Pogacknic, yang ia sangat hormati.
Pada tanggal 26 September 1987, di usia 59 tahun, mantan pemain sepak bola legendaris itu meninggal dunia di rumahnya yang sangat sederhana yang ia huni bersama anak, menantu dan cucunya yang semuanya berjumlah 19 orang. Ironis memang mengetahui kisah hidup mantan bintang sepakbola itu. Ramang dimakamkan di pemakamam umum Panaikang. Untuk mengenang jasanya, sebuah patung di lapangan karebosi dibuat untuknya.
Sumber: Majalah Makassar Terkini edisi Mei 2007
Selasa, 08 Juli 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar